Saturday, October 29, 2016

Ritual Nyobeng dan Gawai Dayak Suku Dayak Bidayuh Kampung Sebujit, Kalimantan Barat


Ritual Nyobeng merupakan ritual memandikan atau membersihkan tengkorak kepala manusia hasil mengayau oleh nenek moyang suku Dayak Bidayuh. Ini dilakukan suku Dayak Bidayuh, satu diantara sub-suku Dayak di Kampung Sebujit, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Nyobeng dulu sebenarnya berasal dari kata Nibakng atau Sibang yang merupakan kegiatan Ritual yang besar dan tidak bisa sembarangan. Pemerintah yang datang ke daerah dulu, mereka menyebutnya Sibakng itu adalah Sobeng. Kalau Sibakng lebih bagus kenapa kita tidak menyebutnya Nyobeng, kata mereka. 

Nibakng sebenarnya sama, yaitu pertama Nibakng ini merupakan kegiatan tahunan yang paling besar merupakan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tipaiakng (dalam bahasa sukuDayak Bidayuh), atas berkat panen padi yang diterima masyarakat suku Dayak Bidayuh dan yang kedua dulu merupaka ritual untuk menghormati kepala manusia hasil mengayau. Tetapi intinya adalah ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (tipaiakng) dalam bahasa suku Dayak Bidayuh, atas berkat panen padi yang melimpah, ini merupakan tujuan sesungguhnya dari ritual Nyobeng itu sendiri. Mengayau adalah memengal kepala manusia dan tengkoraknya diawetkan. Sekarang tradisi mengayau sudah tidak dilakukan lagi. 

Upacara ini cukup mengharukan dan berlangsung selama tiga hari, mulai 15 – 17 juni yang harus di laksanakan setiap tahun. Pra kegiatan ritual Nyobeng dilakukan dengan buka rumah Baluk (rumah adat Suku Dayak Bidayuh) pada 13 Juni. Pembukaan rumah adat ini juga dilakukan dengan sebuah ritual, yaitu ritual buka rumah Baluk, ada beberapa sesajian yang menjadi syarat ritual ini, yaitu sirih, gambir, kapur, pinang, tuak, daun jeruk dan bawang kucai sebagai pewanginya. Setelah rumah Baluk di buka musik dengan alat tradisional yang ada di dalam rumah Baluk harus dimainkan terus, musik itu disebut musik simaniamas, yaitu musik santai dan persahabatan. Inti dari ritual Nyobeng yakni, memandikan tengkorak kepala manusia hasil mengayau yang disimpan dalam rumah Baluk. Sesuai aturan yang dipercaya secara turun temurun. Di mulai menyambut tamu di batas desa. Awalnya, ini dilakukan untuk menyambut anggota kelompok yang datang dari mengayau.

No comments:

Post a Comment

author
Azlina Cleupatra
Mahasiswa Destinasi Pariwisata, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana